politik
New Member
Indonesia dapat terhindar dari perangkap utang Sabuk dan Jalan China, jika Indonesia mampu memahami bagaimana struktur pasar perdagangan lintas laut atau darat benar-benar bekerja. Yang terpenting, Indonesia harus memiliki kemampuan untuk merumuskan dan mengimplementasikan rencana yang baik, sehingga proyek dapat direalisasikan sesuai rencana.
Oleh: Chairil Abdini (The Conversation)
Menjelang debat pilpres kedua pada 17 Februari esok—ketika Joko “Jokowi” Widodo dan penantang Prabowo Subianto akan memperdebatkan masalah energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, dan lingkungan—sudah sepatutnya kita memperhatikan skema investasi ambisius China di Afrika dan Eurasia, termasuk Indonesia.
Inisiatif Sabuk dan Jalan China—yang pertama kali diusulkan pada tahun 2013—memberikan pinjaman kepada negara-negara mitra untuk membangun jalan, kereta api, pelabuhan, jaringan pipa energi, dan telekomunikasi.
Jokowi—yang terpilih pada tahun 2014—memiliki visi untuk menjadikan Indonesia bagian dari “poros maritim” dunia. Dia ingin mencapai ini dengan membangun pelabuhan untuk mendukung perikanan dan pengiriman untuk meningkatkan ekonomi kelautan berbasis kepulauan, selain memperkuat Angkatan Laut Indonesia sebagai kekuatan maritim regional.
Sementara itu, Prabowo dan pasangannya, Sandiaga Uno, mengatakan bahwa mereka akan berfokus pada infrastruktur yang mendukung pembangunan pertanian dan pedesaan.
China ingin berinvestasi dalam proyek infrastruktur di Indonesia. Tetapi sebelum menandatangani perjanjian investasi baru dengan China, siapa pun yang terpilih dalam pemilu bulan April mendatang harus memastikan bahwa infrastruktur fisik baru yang dibiayai dengan utang tidak akan sia-sia dan benar-benar akan digunakan.
KRITIK TERHADAP INISIATIF SABUK DAN JALAN
Para analis mengatakan, skema pembiayaan Sabuk dan Jalan China disertai dengan risiko, dan bahwa China mendarat di negara-negara yang rentan dengan perangkap utang, dan menyediakan jalan bagi China untuk mendapatkan pijakan di daerah-daerah strategis di seluruh dunia.
Pengalaman Sri Lanka mengirimkan peringatan yang jelas. Karena ketidakmampuan membayar utangnya, Sri Lanka harus menyerahkan pelabuhan Hambantota yang gagal ke China selama 99 tahun. Ini memberikan pangkalan bagi China yang dekat dengan saingan terdekatnya India, dengan akses ke perairan komersial dan militer Indo-Pasifik yang strategis.
Para pemimpin negara lain juga telah menyuarakan kekhawatiran atas proyek-proyek di negara mereka. Presiden Pakistan, Imran Khan, mengkritik proyek Koridor Ekonomi China-Pakistan senilai US$60 miliar. Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad telah meminta China untuk mempertimbangkan kembali proyek kereta api pantai timur di semenanjung itu. Pemerintah Myanmar meminta Beijing untuk mengurangi secara signifikan proyek pelabuhan laut dalam di Kyaukpyu.
Baca Artikel Selengkapnya di sini
Oleh: Chairil Abdini (The Conversation)
Menjelang debat pilpres kedua pada 17 Februari esok—ketika Joko “Jokowi” Widodo dan penantang Prabowo Subianto akan memperdebatkan masalah energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, dan lingkungan—sudah sepatutnya kita memperhatikan skema investasi ambisius China di Afrika dan Eurasia, termasuk Indonesia.
Inisiatif Sabuk dan Jalan China—yang pertama kali diusulkan pada tahun 2013—memberikan pinjaman kepada negara-negara mitra untuk membangun jalan, kereta api, pelabuhan, jaringan pipa energi, dan telekomunikasi.
Jokowi—yang terpilih pada tahun 2014—memiliki visi untuk menjadikan Indonesia bagian dari “poros maritim” dunia. Dia ingin mencapai ini dengan membangun pelabuhan untuk mendukung perikanan dan pengiriman untuk meningkatkan ekonomi kelautan berbasis kepulauan, selain memperkuat Angkatan Laut Indonesia sebagai kekuatan maritim regional.
Sementara itu, Prabowo dan pasangannya, Sandiaga Uno, mengatakan bahwa mereka akan berfokus pada infrastruktur yang mendukung pembangunan pertanian dan pedesaan.
China ingin berinvestasi dalam proyek infrastruktur di Indonesia. Tetapi sebelum menandatangani perjanjian investasi baru dengan China, siapa pun yang terpilih dalam pemilu bulan April mendatang harus memastikan bahwa infrastruktur fisik baru yang dibiayai dengan utang tidak akan sia-sia dan benar-benar akan digunakan.
KRITIK TERHADAP INISIATIF SABUK DAN JALAN
Para analis mengatakan, skema pembiayaan Sabuk dan Jalan China disertai dengan risiko, dan bahwa China mendarat di negara-negara yang rentan dengan perangkap utang, dan menyediakan jalan bagi China untuk mendapatkan pijakan di daerah-daerah strategis di seluruh dunia.
Pengalaman Sri Lanka mengirimkan peringatan yang jelas. Karena ketidakmampuan membayar utangnya, Sri Lanka harus menyerahkan pelabuhan Hambantota yang gagal ke China selama 99 tahun. Ini memberikan pangkalan bagi China yang dekat dengan saingan terdekatnya India, dengan akses ke perairan komersial dan militer Indo-Pasifik yang strategis.
Para pemimpin negara lain juga telah menyuarakan kekhawatiran atas proyek-proyek di negara mereka. Presiden Pakistan, Imran Khan, mengkritik proyek Koridor Ekonomi China-Pakistan senilai US$60 miliar. Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad telah meminta China untuk mempertimbangkan kembali proyek kereta api pantai timur di semenanjung itu. Pemerintah Myanmar meminta Beijing untuk mengurangi secara signifikan proyek pelabuhan laut dalam di Kyaukpyu.
Baca Artikel Selengkapnya di sini