politik
New Member
Hukum Syariah Brunei memicu kecaman di luar dan di dalam negeri, di negara di mana perbedaan pendapat seringkali tidak ditoleransi. Namun di media sosial, ada fenomena unik. Masyarakat banyak yang menyuarakan pendapat mereka, tanpa takut tanggapan dari pemerintah, selama itu tidak terlalu kritis. Mengingat serangan media internasional dan kekuatan media sosial, pemerintah Brunei juga melangkah dengan hati-hati pada hukum Syariah tersebut.
Oleh: Asif Ullah Khan (The Diplomat)
Diskusi di Reddit Brunei kembali normal. Orang-orang mendiskusikan gelar Master pertama Tiger Woods setelah 14 tahun, atau kemenangan 2-0 Liverpool atas Chelsea. Beberapa minggu yang lalu, hampir semua unggahan dan diskusi membahas tentang hukum Syariah Brunei. Kisah yang sama terjadi di media sosial lainnya.
Dua hal jelas muncul dari perdebatan sengit tentang keputusan Brunei untuk menerapkan Syariah, yang menetapkan hukuman seperti memotong tangan untuk pencurian dan rajam sampai mati untuk perzinahan dan homoseksualitas.
Pertama, munculnya internet telah membuat segala jenis pembatasan kebebasan berbicara dan perbedaan pendapat menjadi lebih sulit. Ini telah banyak dibuktikan oleh para pemuda Brunei, yang secara terbuka menyuarakan pandangan mereka tentang langkah kontroversial itu.
Kedua, aspek yang lebih mengejutkan adalah bahwa banyak anggota komunitas LGBT membagikan pandangan mereka di media sosial tanpa menyembunyikan identitas mereka. Salah satunya adalah instruktur Zumba bernama Nasroul Hizam, yang menulis unggahan panjang di Facebook-nya berjudul “The Gay Agenda?”
Anehnya, unggahan itu dihapus oleh Facebook, dengan penjelasan bahwa itu tidak mengikuti “standar komunitas” jaringan media sosial itu. “Kami menghapus unggahan yang menyerang orang berdasarkan ras, etnis, kebangsaan, afiliasi agama, orientasi 's3kzual', gender, dan disabilitas,” bunyi pemberitahuan Facebook.
Ini memicu banjir komentar dari masyarakat Brunei yang mendukung Nasroul dan banyak yang mulai memasang kembali unggahan itu di Facebook mereka. Bahkan, Nasroul—yang pernah bekerja sebagai jurnalis—mengecam Facebook dengan mengatakan, “Ini tidak hanya menghina kemampuan dan pengalaman menulis saya sebagai jurnalis, namun ini adalah tindakan melawan kebebasan untuk berekspresi dan berbicara di platform publik. Saya tidak memiliki apa-apa selain hal positif untuk masalah ini, sementara unggahan-unggahan yang tidak bertanggung jawab dari media asing terus luput dari perhatian.”
Hari berikutnya ia terbang ke Thailand untuk ikut serta dalam parade gay dan membagikan foto-fotonya di Facebook-nya.
Baca Artikel Selengkapnya di sini
Oleh: Asif Ullah Khan (The Diplomat)
Diskusi di Reddit Brunei kembali normal. Orang-orang mendiskusikan gelar Master pertama Tiger Woods setelah 14 tahun, atau kemenangan 2-0 Liverpool atas Chelsea. Beberapa minggu yang lalu, hampir semua unggahan dan diskusi membahas tentang hukum Syariah Brunei. Kisah yang sama terjadi di media sosial lainnya.
Dua hal jelas muncul dari perdebatan sengit tentang keputusan Brunei untuk menerapkan Syariah, yang menetapkan hukuman seperti memotong tangan untuk pencurian dan rajam sampai mati untuk perzinahan dan homoseksualitas.
Pertama, munculnya internet telah membuat segala jenis pembatasan kebebasan berbicara dan perbedaan pendapat menjadi lebih sulit. Ini telah banyak dibuktikan oleh para pemuda Brunei, yang secara terbuka menyuarakan pandangan mereka tentang langkah kontroversial itu.
Kedua, aspek yang lebih mengejutkan adalah bahwa banyak anggota komunitas LGBT membagikan pandangan mereka di media sosial tanpa menyembunyikan identitas mereka. Salah satunya adalah instruktur Zumba bernama Nasroul Hizam, yang menulis unggahan panjang di Facebook-nya berjudul “The Gay Agenda?”
Anehnya, unggahan itu dihapus oleh Facebook, dengan penjelasan bahwa itu tidak mengikuti “standar komunitas” jaringan media sosial itu. “Kami menghapus unggahan yang menyerang orang berdasarkan ras, etnis, kebangsaan, afiliasi agama, orientasi 's3kzual', gender, dan disabilitas,” bunyi pemberitahuan Facebook.
Ini memicu banjir komentar dari masyarakat Brunei yang mendukung Nasroul dan banyak yang mulai memasang kembali unggahan itu di Facebook mereka. Bahkan, Nasroul—yang pernah bekerja sebagai jurnalis—mengecam Facebook dengan mengatakan, “Ini tidak hanya menghina kemampuan dan pengalaman menulis saya sebagai jurnalis, namun ini adalah tindakan melawan kebebasan untuk berekspresi dan berbicara di platform publik. Saya tidak memiliki apa-apa selain hal positif untuk masalah ini, sementara unggahan-unggahan yang tidak bertanggung jawab dari media asing terus luput dari perhatian.”
Hari berikutnya ia terbang ke Thailand untuk ikut serta dalam parade gay dan membagikan foto-fotonya di Facebook-nya.
Baca Artikel Selengkapnya di sini