Achmad Try
New Member
Pada usia 34 tahun, Sri Fatmawati telah mencuri gelar kimia S-3 dari sebuah universitas ternama di Jepang. Pada 2013, ia berhasil mengesampingkan ribuan peneliti wanita dari berbagai negara dan mengantongi beasiswa senilai USD40.000 dari acara LLoreal-UNESCO For Women in Science.
Penelitian Sri tentang spons potensial menghasilkan senyawa obat untuk menyembuhkan penyakit seperti malaria, infeksi, kanker, diabetes, alzheimer, dan bahkan diharapkan dapat berkembang untuk mengobati HIV. Fatma berharap penelitian ini bisa memberi kontribusi signifikan dalam pengobatan penyakit berat yang telah menjadi tantangan bagi umat manusia.
Apalagi penerima penghargaan Faculty for the Future Award 2012 dari Schlumberger Foundation ingin menunjukkan Indonesia sebagai negara yang luar biasa. Yang jelas, tujuan setiap peneliti adalah membuat sesuatu bermanfaat bagi kemanfaatan umat manusia dan bermanfaat bagi banyak orang.
Selama dua tahun penuh mulai tahun 2014, lulusan S-1 Fakultas Teknik Kimia dan Matematika (MIPA) Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) melakukan penelitian di Institute of Natural Products Chemistry, Pusat Penelitian Ilmiah Nasional CNRS) di Guf-sur-Yvette, Prancis, atas usulan penelitiannya tentang spons.
Lilin yang dipelajari Fatma berasal dari spesies hewan atau binatang multiselular paling primitif dan sederhana yang ditemukan di Samudra Indo-Pasifik. Saat dikeringkan, binatang itu akan seperti spons. Fatma yang telah berusia 12 tahun dosen Jurusan Teknik Kimia ITS mengaku tertarik untuk meneliti spons karena wilayah laut di Indonesia sangat luas, yaitu 2/3 dari seluruh wilayah.
Indonesia memiliki banyak harta yang tidak dimiliki negara lain, termasuk keanekaragaman hayati yang luar biasa. Saat mengunjungi Yordania pada tahun 2010, Fatma bertemu dengan seorang profesor yang mempelajari kehidupan laut dari Institute of Natural Products Chemistry, CNFS, Guf-sur-Yvette, Prancis. Mereka juga terlibat dalam diskusi seru sampai topik tersebut mengarah pada potensi laut Indonesia yang memiliki banyak spons.
Saat itulah Fatma mengusulkan untuk melakukan penelitian spons di Indonesia. Sang profesor sangat mendukung dan memberi dorongan positif. Tak lama kemudian, wanita kelahiran Sampang, 3 November 1980 ini, juga mengajukan proposal penelitian kepada sang profesor karena dalam melakukan penelitian harus ada pasangan atau pasangan luar. Selain banyak diskusi dengan sang profesor, ia juga melahap banyak jurnal sebagai bahan bacaan.
Dari situlah Fatma mengetahui bahwa kemungkinan mendapatkan senyawa baru dari spons sangat besar. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa senyawa spons yang diisolasi dapat digunakan sebagai antitumor. "Saya pikir, dengan potensi yang begitu besar, kemungkinan mendapatkan senyawa aktif sebagai antikanker juga semakin besar. Itugoal saya," jelasnya.
Proses spons sampai senyawa baru ditemukan panjang dan rumit. Pertama, spons diisolasi dengan ekstraksi, yaitu proses pemisahan zat berdasarkan perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan terlarut yang berbeda, biasanya air dan pelarut organik lainnya. Dengan kata lain, esensi diambil. Kedua, proses fraksinasi, yaitu prosedur memisahkan komponen berdasarkan perbedaan polaritas tergantung pada jenis senyawa yang terkandung di dalam pabrik.
Setelah itu, masih ada proses yang panjang untuk mendapatkan senyawa baru. Setelah senyawa baru diperoleh dan kemudian dijelaskan strukturnya, lihat struktur dan komposisinya. Untuk memisahkannya dibutuhkan kemampuan khusus. Isolasi senyawa dari penelitian ini dapat diaplikasikan sebagai obat malaria, infeksi, kanker, dan alzeimer. Karena ini masih merupakan proposal penelitian, kemungkinan pertumbuhan masih mungkin dilakukan. Fatma berharap penelitian ini dan hasilnya juga bisa digunakan untuk mengobati lebih banyak penyakit.
Personalisasikan Pengobatan
Tidak banyak orang Indonesia menjadi ahli genetika statistik. Mereka mengidentifikasi gen yang terkait dengan penyakit manusia untuk menemukan penyembuhannya. Di antara beberapa nama, ada Beben Benjamin yang sekarang berkarier di Center for Neurogenetics and Statistical Genomics (CNSG), Queensland Brain Institute, The University of Queensland, Brisbane, Australia. Dengan menggunakan metode matematika dan statistik, Beben Benjamin mengidentifikasi gen yang terkait dengan penyakit manusia.
Mengunjungi Scientist di Queensland Institute of Medical Research (QIMR) telah menerbitkan puluhan makalah, antara lain dipublikasikan di berbagai jurnal internasional bergengsi seperti Nature, PloS Medicine, American Journal of Human Genetics, Molecular Psychiatry, dan Human Genec Molecular Genetika.
Beben adalah penerima Beasiswa NHMRC Peter Doherty Fellowship (2009-2012), Penghargaan Kemitraan UQ Indonesia 2013, dan finalis Australian Postdoctoral Medical Research Society 2010. Dengan keahliannya di bidang genetika statistik, Beben Benjamin percaya bahwa meskipun Penyakitnya sama, beda dengan obat yang diberikan oleh dokter. Itu karena gen manusia tidak sama. Dengan begitu, dosisnya harus berbeda.
Dia terobsesi dengan pengembangan pengobatan pribadi di Air Tanah. Penyediaan obat-obatan yang benar-benar cocok untuk pasien. Genetika statistik adalah bidang penelitian genetik untuk kedokteran dengan menggunakan metode matematika dan statistik. Tujuannya adalah untuk mencari gen yang berhubungan dengan penyakit manusia.
Penelitian Beben berfokus pada ilmu dasar dari temuan penelitian lebih lanjut. Beben dan tim lebih pada memberikan pengetahuan dasar. Karena berlindung di Queensland Brain Institute, penelitiannya lebih berkaitan dengan kesehatan mental seperti skizofrenia, alzeimer, dan autisme. Penerima PhD dari University of Edinburgh, Inggris, ini mencontohkan, misalnya, telah ditemukan gen yang terkait dengan penyakit jantung.
Dengan begitu, penelitian dapat difokuskan untuk menemukan obat dengan menargetkan gen tersebut. Selain itu, gen juga bisa digunakan sebagai alat untuk memprediksi apakah seseorang memiliki potensi penyakit jantung atau tidak. Ke depan, lanjut pria kelahiran Tasikmalaya, 12 Oktober 1976 ini, akan ada apa yang disebut personalisasi obat. Artinya, obat yang diberikan akan disesuaikan dengan gen pasien.
Itu karena setiap pasien memiliki reaksi berbeda dengan obat yang diterima. Saat ini, Beben dan timnya sedang meneliti penyakit motor neuron atau MND, yang merupakan penyakit yang menyebabkan kerusakan motor neuron. Dia berkolaborasi dengan para periset di China karena China memiliki jumlah pasien MND terbesar.
Penelitian Sri tentang spons potensial menghasilkan senyawa obat untuk menyembuhkan penyakit seperti malaria, infeksi, kanker, diabetes, alzheimer, dan bahkan diharapkan dapat berkembang untuk mengobati HIV. Fatma berharap penelitian ini bisa memberi kontribusi signifikan dalam pengobatan penyakit berat yang telah menjadi tantangan bagi umat manusia.
Apalagi penerima penghargaan Faculty for the Future Award 2012 dari Schlumberger Foundation ingin menunjukkan Indonesia sebagai negara yang luar biasa. Yang jelas, tujuan setiap peneliti adalah membuat sesuatu bermanfaat bagi kemanfaatan umat manusia dan bermanfaat bagi banyak orang.
Selama dua tahun penuh mulai tahun 2014, lulusan S-1 Fakultas Teknik Kimia dan Matematika (MIPA) Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) melakukan penelitian di Institute of Natural Products Chemistry, Pusat Penelitian Ilmiah Nasional CNRS) di Guf-sur-Yvette, Prancis, atas usulan penelitiannya tentang spons.
Lilin yang dipelajari Fatma berasal dari spesies hewan atau binatang multiselular paling primitif dan sederhana yang ditemukan di Samudra Indo-Pasifik. Saat dikeringkan, binatang itu akan seperti spons. Fatma yang telah berusia 12 tahun dosen Jurusan Teknik Kimia ITS mengaku tertarik untuk meneliti spons karena wilayah laut di Indonesia sangat luas, yaitu 2/3 dari seluruh wilayah.
Indonesia memiliki banyak harta yang tidak dimiliki negara lain, termasuk keanekaragaman hayati yang luar biasa. Saat mengunjungi Yordania pada tahun 2010, Fatma bertemu dengan seorang profesor yang mempelajari kehidupan laut dari Institute of Natural Products Chemistry, CNFS, Guf-sur-Yvette, Prancis. Mereka juga terlibat dalam diskusi seru sampai topik tersebut mengarah pada potensi laut Indonesia yang memiliki banyak spons.
Saat itulah Fatma mengusulkan untuk melakukan penelitian spons di Indonesia. Sang profesor sangat mendukung dan memberi dorongan positif. Tak lama kemudian, wanita kelahiran Sampang, 3 November 1980 ini, juga mengajukan proposal penelitian kepada sang profesor karena dalam melakukan penelitian harus ada pasangan atau pasangan luar. Selain banyak diskusi dengan sang profesor, ia juga melahap banyak jurnal sebagai bahan bacaan.
Dari situlah Fatma mengetahui bahwa kemungkinan mendapatkan senyawa baru dari spons sangat besar. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa senyawa spons yang diisolasi dapat digunakan sebagai antitumor. "Saya pikir, dengan potensi yang begitu besar, kemungkinan mendapatkan senyawa aktif sebagai antikanker juga semakin besar. Itugoal saya," jelasnya.
Proses spons sampai senyawa baru ditemukan panjang dan rumit. Pertama, spons diisolasi dengan ekstraksi, yaitu proses pemisahan zat berdasarkan perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan terlarut yang berbeda, biasanya air dan pelarut organik lainnya. Dengan kata lain, esensi diambil. Kedua, proses fraksinasi, yaitu prosedur memisahkan komponen berdasarkan perbedaan polaritas tergantung pada jenis senyawa yang terkandung di dalam pabrik.
Setelah itu, masih ada proses yang panjang untuk mendapatkan senyawa baru. Setelah senyawa baru diperoleh dan kemudian dijelaskan strukturnya, lihat struktur dan komposisinya. Untuk memisahkannya dibutuhkan kemampuan khusus. Isolasi senyawa dari penelitian ini dapat diaplikasikan sebagai obat malaria, infeksi, kanker, dan alzeimer. Karena ini masih merupakan proposal penelitian, kemungkinan pertumbuhan masih mungkin dilakukan. Fatma berharap penelitian ini dan hasilnya juga bisa digunakan untuk mengobati lebih banyak penyakit.
Personalisasikan Pengobatan
Tidak banyak orang Indonesia menjadi ahli genetika statistik. Mereka mengidentifikasi gen yang terkait dengan penyakit manusia untuk menemukan penyembuhannya. Di antara beberapa nama, ada Beben Benjamin yang sekarang berkarier di Center for Neurogenetics and Statistical Genomics (CNSG), Queensland Brain Institute, The University of Queensland, Brisbane, Australia. Dengan menggunakan metode matematika dan statistik, Beben Benjamin mengidentifikasi gen yang terkait dengan penyakit manusia.
Mengunjungi Scientist di Queensland Institute of Medical Research (QIMR) telah menerbitkan puluhan makalah, antara lain dipublikasikan di berbagai jurnal internasional bergengsi seperti Nature, PloS Medicine, American Journal of Human Genetics, Molecular Psychiatry, dan Human Genec Molecular Genetika.
Beben adalah penerima Beasiswa NHMRC Peter Doherty Fellowship (2009-2012), Penghargaan Kemitraan UQ Indonesia 2013, dan finalis Australian Postdoctoral Medical Research Society 2010. Dengan keahliannya di bidang genetika statistik, Beben Benjamin percaya bahwa meskipun Penyakitnya sama, beda dengan obat yang diberikan oleh dokter. Itu karena gen manusia tidak sama. Dengan begitu, dosisnya harus berbeda.
Dia terobsesi dengan pengembangan pengobatan pribadi di Air Tanah. Penyediaan obat-obatan yang benar-benar cocok untuk pasien. Genetika statistik adalah bidang penelitian genetik untuk kedokteran dengan menggunakan metode matematika dan statistik. Tujuannya adalah untuk mencari gen yang berhubungan dengan penyakit manusia.
Penelitian Beben berfokus pada ilmu dasar dari temuan penelitian lebih lanjut. Beben dan tim lebih pada memberikan pengetahuan dasar. Karena berlindung di Queensland Brain Institute, penelitiannya lebih berkaitan dengan kesehatan mental seperti skizofrenia, alzeimer, dan autisme. Penerima PhD dari University of Edinburgh, Inggris, ini mencontohkan, misalnya, telah ditemukan gen yang terkait dengan penyakit jantung.
Dengan begitu, penelitian dapat difokuskan untuk menemukan obat dengan menargetkan gen tersebut. Selain itu, gen juga bisa digunakan sebagai alat untuk memprediksi apakah seseorang memiliki potensi penyakit jantung atau tidak. Ke depan, lanjut pria kelahiran Tasikmalaya, 12 Oktober 1976 ini, akan ada apa yang disebut personalisasi obat. Artinya, obat yang diberikan akan disesuaikan dengan gen pasien.
Itu karena setiap pasien memiliki reaksi berbeda dengan obat yang diterima. Saat ini, Beben dan timnya sedang meneliti penyakit motor neuron atau MND, yang merupakan penyakit yang menyebabkan kerusakan motor neuron. Dia berkolaborasi dengan para periset di China karena China memiliki jumlah pasien MND terbesar.